Jumat, 15 November 2013

KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN & ANAK DI WONOGIRI TERUS MENINGKAT

WONOGIRI  – Pemenuhan dan Perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) bagi perempuan dan anak di Wonogiri menjadi perhatian Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Kantor Wilayah Jawa Tengah. Dalam kegiatan Penyuluhan HAM yang diselenggarakan Kamis (12/6/2013) di hotel Diavan Wonogiri, Kabid Pemberdayaan Perempuan pada BKBKSPP Kapupaten Wonogiri, Kurnia Listyarini, AP, Msi, memaparkan bahwa data kekerasan terhadap perempuan dan anak (kasus yang dilaporkan ke polisi ) antara tahun 2010-2012 terus meningkat.  

Disebutkan pada tahun 2010 terjadi 20 kasus.  Tahun 2011 meningkat menjadi 33 kasus. Kemudian pada tahun 2012 sampai bulan Oktober saja sudah mencapai 33 kasus. Sebanyak 33% kasus berasal dari Kecamatan Baturetno.

Penyebab kekerasan di Wonogiri diantaranya: Kurangnya dasar pendidikan agama. Kurangnya perhatian orang tua karena ditinggal merantau. Kurangnya kepedulian masyarakat atas permasalahan tetangga. Kurangnya pendidikan seks pada anak sesuai tingkat sekolah. Faktor kemiskinan, pengangguran, pergaulan bebas dan gaya hidup, hilangnya karakter dan budaya bangsa.

BKBKSPP Wonogiri Tangani 14 Kasus KDRT dan Asusila Anak

Solopos.com, WONOGIRI — Tindak pencabulan atau asusila terhadap anak menjadi perhatian tersendiri dari Badan Keluarga Berencana, Keluarga Sejahtera dan Pembersdayaan Perempuan (BKBKSPP) Wonogiri.
Hingga Oktober 2014,  tercatat 14 kasus tindak asusila pada anak dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) telah ditangani. Dari 14 kasus itu, dua di antaranya kasus KDRT sehingga sisanya merupakan kejahatan asusilia pada anak.
Kepala BKBKSPP Wonogiri, Reni Ratnasari, saat ditemui Solopos.comseusai mengisi acara Deklarasi Kecamatan Layak Anak di Wonogiri, Jumat  (15/11/2013)  menyatakan ke-14 kasus itu ada yang telah selesai  dan ada pula yang tengah ditangani.
Menurutnya, kondisi itu sangat memprihatinkan sehingga, pada hari ini empat kecamatan di eks-distrik Wonogiri, seperti Kecamatan Wonogiri, Selogiri, Ngadirojo dan Nguntoronadi mendeklarasikan Kecamatan Layak Anak (KLA). Deklarasi di digelar di pendapa Kantor Kecamatan Wonogiri dan dihadiri muspika masing-masing, para pelajar dan pemangku kepentingan desa/kelurahan.
Lebih lanjut ditegaskannya, pihaknya menargetkan dua tahun lagi desa/kelurahan, sekolah dan kecamatan ramah dan layak anak. “Anak-anak jangan menghabiskan masa depan dengan kesenangan sesaat karena akan buram. Batasi pergaulan agar tidak terjerumus pada tindak asusila. Apalagi, anak-anak era globalisasi sekarang ini sudah menjadi korban salah asuh. Orangtua tak lagi peduli pada anak kandung karena sibuk dengan upaya mencari nafkah. Orangtua menyerahkan pengasuhan anak pada kakek-nenek yang notabene usianya sudah renta,” ujarnya.
Mantan Kepala BKD Wonogiri menilai tingginya angka tindak pencabulan di Wonogiri, salah satu faktor karena anak-anak ditinggal boro.  “Kasih sayang anak mulai tersingkir. Kemajuan teknologi, seperti handphone menjadi media yang menjerumuskan anak ke tindak asusila. Keingintahuan anak tidak cepat direspon oleh orangtua sehingga terjerumus pada tindakan pelanggaran norma agama.”
Pembicara dalam acara deklarasi itu, Kurnia mengingatkan bahwa usia anak adalah nol tahun hingga 18 tahun. “Di media beberapa hari lalu muncul pemberitaan pencabulan terhadap balita, pencabulan dan persetubuhan terhadap siswi. Semua korban masuk kategori anak.”
Sedangkan Kapolsek Wonogiri, AKP Warseno menegaskan ancaman hukuman kekerasan atau pencabulan terhadap anak di undang-undang perlindungan anak cukup tinggi.

Sabtu, 30 Maret 2013

Kekerasan Seksual, Anak Semakin Rentan

Nyaris seluruh kasus kekerasan seksual pada anak baru terungkap setelah peristiwa itu terjadi, dan tak sedikit yang berdampak fatal. Kemampuan pelaku menguasai korban, baik dengan tipu daya maupun ancaman dan kekerasan, menyebabkan kejahatan ini sulit dihindari.

Selama Januari hingga Februari, Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) menerima 48 laporan kekerasan seksual pada anak, dari total 80 kasus kekerasan pada anak yang dilaporkan. Tahun 2012, sekitar 48 persen dari 2.637 kasus yang ditangani di Komnas PA adalah kasus kekerasan seksual pada anak.

”Kekerasan seksual pada anak ini sudah jadi fenomena gunung es. Yang tampak hanya sebagian kecil, tetapi yang sesungguhnya terjadi jauh lebih besar,” kata Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait, Rabu (20/2).

Menurut Arist, anak menjadi sangat rentan terhadap kekerasan ini karena hampir dari setiap kasus yang diungkap, pelakunya orang dekat korban. Tak sedikit pula pelakunya orang yang memiliki dominasi atas korban, seperti orangtua dan guru.

Kriminolog dari Universitas Indonesia, Romany Sihite, mengungkapkan, hampir setiap kekerasan seksual pada anak memang terjadi dalam pola relasi kekuasaan. Begitu pula kekerasan pada anak yang terjadi di dalam rumah tangga, itu terjadi akibat pola dominasi orangtua atau orang yang lebih dewasa terhadap anak.

Kekerasan seksual terhadap RI (10) dan PDF (19) merupakan gambaran nyata bahwa anak malah menjadi mangsa bagi orangtuanya. Padahal orangtua korban pun bukan pedofilia.

Orang dewasa normal

Psikolog forensik Reza Indragiri Amriel menjelaskan, tak semua kekerasan seksual pada anak dilakukan orang dewasa yang memiliki orientasi seksual pada anak. Namun, itu juga bisa terjadi dengan pelakunya orang dewasa normal.

Reza menyebutkan, kedua macam orang itu bisa digolongkan pedofilia selama melakukan hubungan seksual dengan anak. Tipe pertama adalah pedofilia eksklusif, yaitu hanya memiliki ketertarikan pada anak. Tipe kedua adalah pedofilia fakultatif yang memiliki orientasi heteroseksual pada orang dewasa, tetapi tidak menemukan penyalurannya sehingga memilih anak sebagai substitusi.

”Pada pelaku pedofilia fakultatif, mereka umumnya melakukan hubungan seksual pada anak karena dia tidak mampu mengomunikasikan kebutuhannya kepada orang sebayanya. Latar belakang kendala untuk mengomunikasikan kebutuhannya itu relatif beragam,” ujarnya.

DP (42), pelaku kekerasan seksual terhadap anak kandungnya, PDF, pun mengakui, ada latar belakangan masalah di keluarganya. Namun, dia tak bersedia menyebutkan secara spesifik terkait masalah yang dihadapi.

Dia hanya mengaku kegiatan seksualnya dengan PDF bisa terjadi empat kali dalam seminggu. Namun, dia tak menampik melakukan itu pertama kali pada PDF dengan paksaan. Untuk selanjutnya, selama lima tahun berlangsung, dia cukup melakukannya dengan ancaman.

Reza menyebutkan, kekerasan seksual yang dilakukan di bawah kekerasan dan diikuti ancaman sehingga korban tak berdaya itu disebut molester. Kondisi itu menyebabkan korban terdominasi dan mengalami kesulitan untuk mengungkapnya.

Namun, lanjut Reza, tak sedikit pula pelaku kekerasan seksual pada anak ini melakukan aksinya tanpa kekerasan, tetapi dengan menggunakan manipulasi psikologi. Anak ditipu daya sehingga mengikuti keinginannya. ”Dalam psikologi forensik, pola ini biasa disebut grooming behaviour, penyaluran nilai-nilai kebaikan sehingga anak teperdaya,” katanya.

Anak sebagai individu yang belum mencapai taraf kedewasaan, menurut Reza, belum mampu menilai sesuatu sebagai tipu daya atau bukan. Oleh karena itu, lanjut Reza, setiap tindakan pelaku kekerasan seksual pada anak harus ditindak.

Bujukan

Kasus pencabulan terhadap 15 bocah laki-laki di Jatimulya, Cilodong, Depok, Jawa Barat, pun terjadi tanpa adanya kekerasan. Bahkan warga setempat mengenal pelaku WAR alias AR (38) sebagai orang yang baik dan suka bermain dengan anak laki-laki. Rumah yang ditempati WAR ini tepat di depan taman yang biasa dijadikan tempat anak-anak bermain.

Anak-anak suka jajan di rumah itu karena WAR suka mengiming-imingi jajanan atau mainan kepada bocah laki-laki. Tak disangka, kebaikan WAR ternyata hanya kedok untuk memancing bocah laki-laki berusia 8-11 tahun itu.

Dengan diiming-imingi jajanan, para bocah pun terjerat. Setelah memasuki rumah, para korban lantas diperlihatkan video porno di telepon genggam milik pelaku.

Saat si bocah tengah melihat gambar porno itulah, WAR melakukan aksi bejatnya. Ia meraba-raba, lalu menciumi si bocah. ”Kami sangat terpukul, sama sekali tidak menyangka karena orangnya terlihat baik meski jarang bergaul. Anak-anak juga suka bermain ke rumah itu karena sering diberi jajanan,” kata Indra Bangsawan, ketua RW setempat.

Sementara itu di Jakarta Selatan, Kepala Polsek Metro Kebayoran Baru Ajun Komisaris Besar Adex Yudiswan memperkirakan, mayat bocah laki-laki yang ditemukan di saluran air dekat Markas Polda Metro Jaya pada Senin (18/2) diduga korban pembunuhan.

Adex mengatakan, ada luka di bibir bagian dalam, identik dengan luka yang disebabkan pembekapan. Namun, untuk memastikan, polisi masih menunggu hasil otopsi.

Data yang dipublikasikan polisi, korban diperkirakan berusia 8-11 tahun, berat badan 38 kilogram, tinggi 144 sentimeter, rambut lurus, dan golongan darah B. Bocah ini memiliki ujung daun telinga lancip. Siapa saja yang merasa mengenal atau kehilangan anak ataupun sanak saudara dengan ciri-ciri tersebut diminta melapor ke Polsek Metro Kebayoran Baru.

Senin, 11 Maret 2013

ANAK GIMBAL - Raja Tanpa Mahkota dari Dieng

Apa yang terlintas di benak Anda ketika mendengar kata rambut gimbal? Sebagian besar mungkin akan langsung teringat pada Bob Marley. Berbeda dengan anak-anak gimbal di Dieng. Rambut gimbal tumbuh dengan sendirinya dan membuat mereka menjadi "raja"..


Bagi kebanyakan orang, rambut gimbal adalah pilihan untuk mencerminkan gaya hidup. Tidak demikian dengan gimbal yang banyak ditemui pada anak-anak kecil di Dataran Tinggi Dieng. Sebagai tanah yang dipercaya sebagai tempat bersemayamnya para dewa, aura mistis dan berbagai mitos masih sangat kental terasa dalam kehidupan masyarakatnya. Salah satunya yang paling menarik adalah fenomena anak gimbal ini. Anak gimbal Dieng terlahir normal, sama dengan anak-anak yang lainnya. Pada suatu fase, tiba-tiba rambut mereka berubah gimbal dengan sendirinya. Berbagai penelitian untuk menyelidiki penyebabnya secara ilmiah belum membuahkan hasil.
Pada kesehariannya anak-anak ini tidak berbeda dan tidak diperlakukan spesial dibandingkan teman-temannya. Hanya saja mereka cenderung lebih aktif, kuat dan agak nakal. Apabila bermain dengan sesama anak gimbal, pertengkaran cenderung sering terjadi antara mereka. Warga Dieng percaya bahwa mereka ini adalah keturunan dari pepunden atau leluhur pendiri Dieng dan ada makhluk gaib yang "menghuni" dan "menjaga" rambut gimbal ini. Gimbal bukanlah genetik yang bisa diwariskan secara turun temurun. Dengan kata lain, tidak ada seorangpun yang tahu kapan dan siapa anak yang akan menerima anugerah ini. Konon leluhur pendiri Dieng, Ki Ageng Kaladite pernah berpesan agar masyarakat benar-benar menjaga dan merawat anak yang memiliki rambut gimbal.

Keinginannya Harus Dituruti

Rambut gimbal tidak akan selamanya bersarang di kepala si anak gimbal. Melalui sebuah prosesi, rambut ini harus dipotong karena ada kepercayaan bahwa jika dibiarkan hingga remaja maka akan membawa musibah bagi si anak dan keluarganya. Prosesi pemotongan tidak boleh sembarangan. Anak gimbal sendiri yang menentukan waktunya. Jika dia belum meminta, maka gimbal akan terus tumbuh walaupun dipotong berkali-kali. Selain ritual-ritual yang harus dilakukan, sang orang tua juga harus memenuhi permintaan anaknya. Apapun permintaan mereka, seaneh dan sesulit apapun, harus disediakan pada saat prosesi pemotongan rambut. Ada-ada saja yang diinginkan oleh mereka. Dari yang wajar seperti sepeda atau sepasang ayam, yang aneh seperti sebumbung kentut, hingga yang sulit dipenuhi seperti satu truk sapi atau mobil sedan. YogYES sempat membayangkan betapa repotnya bila memiliki anak gimbal seperti ini. Apalagi masyarakat percaya bahwa semua keinginannya harus dipenuhi karena kalau tidak maka si anak akan menderita sakit. Namun ternyata tidak. Orang Dieng menganggap bahwa anak gimbal adalah berkah yang akan membawa keberuntungan bagi mereka. Permintaan yang sulit pun cukup fleksibel dan bisa diakali. Bila si anak meminta satu truk sapi misalnya, si orangtua cukup membeli satu kilogram daging sapi dan meletakkannya di atas truk. Permintaan mobil sedan pun bisa dikabulkan dengan membelikan mainan berupa mobil-mobilan berbentuk sedan.
Setiap bulan Agustus atau Sura dalam penanggalan Jawa, diadakan prosesi ruwatan massal di kompleks Candi Arjuna. Anak-anak gimbal dimandikan dengan air dari 7 mata air, diarak dan dilempari beras kuning dan uang koin, kemudian dipotong rambutnya oleh pemuka adat yang kemudian melarungnya di Telaga Warna. Namun beberapa orang memilih untuk melakukan prosesi dan acara sendiri. Ada rasa tidak tega melihat anaknya harus memakai ikat kepala putih dan selendang dari kain mori yang biasa digunakan untuk membungkus mayat. Apalagi prosesi pelemparan beras kuning dan uang koin juga biasa dilakukan untuk upacara pemakaman jenazah orang yang sudah meninggal.
Fenomena anak gimbal ini memang sudah lazim di kalangan masyarakat Dieng. Namun bagi orang luar, peristiwa ini adalah sesuatu yang aneh, unik, dan mungkin sulit diterima dengan logika. Yang jelas, anak-anak gimbal ini ibarat menjadi “raja” yang akan dikabulkan semua keinginannya hingga masa ketika tiba waktu untuk dipotong mahkota gimbalnya.

Senin, 04 Maret 2013

cara mudah untuk menentukan persaingan dalam memilih suatu Univ dalam segi Umum hingga mengkerucut dalam skema pemilihan Jurusan ?

Bagaimana cara mudah untuk menentukan persaingan dalam memilih suatu Univ dalam segi Umum hingga mengkerucut dalam skema pemilihan Jurusan ?

Memilih Univ Impian dan dapat menimba Ilmu disana itu memang suatu yang sangat diimpikan oleh para Siswa - Siswi SMA
Namun , bisa mendambakan belum tentu dapat memiliki , itu yang menjadi realitanya sekarang ini , banyak segi yang kini harus mulai dipertimbangkan sebagai calon mahasiswa yang dapat berpikir kritis sejak dini , khususnya dalam melakukan tindakan yang sifatnya mendesak dan diberikan waktu yang sangat singkat untuk memikirkannya

Secara garis besar , banyak siswa SMA yang ingin melanjutkan ke PTN yang sama dan mungkin dengan fakultas dan jurusan yang sama pula , hal itu menjadi suatu persaingan yang tidak dapat terelakkan ...
Akan tetapi , ketika kita tahu makna dari kepedulian itu sendiri , dimana sebenarnya kita dapat membantu teman kita untuk dapat masuk dalam Universitas yang sama dengan kita , daripada diantara dari kalian tidak ada yang dapat memasukinya ataupun malah salah satu dari kalian tidak dapat masuk kesana , dan mungkin dapat menimbulkan sesuatu kecemburuan sosial pada masa mendatang ...
Bagaimana menjadi siswa siswi yang cerdas dalam memilih ?
ada beberapa cara yang dapat diterapkan sebelum nilai digunakan dalam persaingan tersebut ...

1. Melihat peta persaingan dengan Teman satu kelas
hal ini kadang dianggap sepele oleh siswa yang mempunyai prestasi tinggi dan nilai yang bagus , namun jangan salah bahwa ini adalah salah satu cara untuk melihat persaingan secara global untuk tingkat selanjutnya
dengan melihat pilhan teman satu kelas , dimana kalian dapat saling terbuka ingin melanjutkan kemana dimungkinkan kalian juga dapat bertanya tentang fakultas dan jurusan apa yang diambil ...
usahakan mengambil fakultas yang berbeda dengan teman anda , sehingga dimungkinkan jurusan anda akan berbeda , karena pengalaman dari tahun ketahun itu selalu sama , yaitu adalah adanya kecenderungan PTN akan mengambil siwa dengan fakultas dengan jurusan yang sama tak lebih dari 1 hingga 2 orang dari setiap sekolah dengan mempertimbangkan nilai juga tentunya
dengan mensiasati lebih awal , diharapkan mampu meloloskan lebih banyak siswa dalam 1 PTN dari satu Sekolah dengan Universitas yang sama dan berbeda dalam fakultas dan jurusan
2. Melihat persaingan dari satu sekolah
Banyak pengalaman yang menyebutkan bahwa melihat persaingan dalam satu sekolah dapat menunjukkan persaingan secara globall Tingkat Nasional , Sehingga semakin Banyak Anda banyak tahu kemana tujuan teman anda akan berpijak selanjutnya , maka dapat semakin bijak pula anda dapat menentukan kemana pilihan Anda selanjutnya
3. Benar - benar memilih pilihan pertama dengan benar
Fakta statistik SNMPTN undangan yang cukup mencenangkan adalah 92% peserta dieterima di PTN pilihan pertamanya dengan rincian : 80% pada pilihan jurusan pertama dan 12% pada jurusan keduanya
dan sisa 8%nya diterima di pilihan keduanya dengan prosentase pilihan pertamanya adalah 5% dan keduanya adalah 3%

4. Nilai apa saja yang dipertuimbangkan ?
Dalam 2 edisi SNMPTN yaitu 2012 dan 2013 ada perbedaan mendasar dalam penggunaan nilai dalam penggunaan nilai rapot yang digunakan sebagai syarat utama
dalam menentukan pilihan
edisi 2012 : cukup simple , nilai yang digunakan hanya nilai rata" Mapel MIPA (mat fis kim bio ,) atau IPS (geo , sej , ek , sosio) dan ditambah Bing dan Bind
selama semster 3,4,5 DAN NILAI UN TIDAK terlalu dipertimbangkan hanya dibutuhkan lulus atau tidaknya saja

Edisi 2013 : Rata" SEMUA MAPEL DARI SMT 1 - 5 dipergunakan
dan nilai UN juga sangat digunakan sebagi pertimbangan , tidak hanya mencari lulus atau tidaknya siswa saja

Itu beberapa taktik dalam melawan SNMPTN So, pikirkan masa depan anda sekalian mulai dari sekarang , karena masa depan anda menunggu untuk anda jemput
Semakin bijak dan semakin tepat anda memilih itu akan semakin memudahkan

SUKSES SELALU , Tuhan pasti akan selalu mengabulkan doamu jika engkau berusaha dengan sungguh - sungguh

Sabtu, 23 Februari 2013



PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK 
MENGENAI 
PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK

Negara-Negara Pihak pada Protokol ini,
Mempertimbangkan bahwa, untuk  lebih lanjut mencapai tujuan Konvensi Hak-Hak Anak dan
implementasi ketentuan-ketentuannya, terutama Pasal 1, 11, 21, 32, 33, 34, 35, dan 36, selayaknya 
diperluas langkah-langkah yang Negara-Negara Pihak harus lakukan untuk menjamin 
perlindungan anak dari penjualan anak, prostitusi anak, dan pornografi anak,
Mempertimbangkan juga bahwa Konvensi Hak-Hak Anak mengakui hak anak untuk dilindungi 
dari eksploitasi ekonomi dan dari pekerjaan yang dapat membahayakan atau mengganggu 
pendidikan anak, atau merusak kesehatan atau perkembangan fisik, mental, spiritual, moral, atau 
sosial anak,
Sangat prihatin terhadap perdagangan internasional anak yang semakin bertambah dan meningkat 
untuk tujuan penjualan anak, prostitusi anak, dan pornografi anak,
Prihatin secara mendalam terhadap praktik pariwisata seks yang terus meluas dan berlanjut, di 
mana anak khususnya rentan terhadap praktik ini, karena secara langsung mendorong penjualan 
anak, prostitusi anak dan pornografi anak,
Mengakui bahwa sejumlah kelompok rentan pada khususnya, termasuk anak perempuan, beresiko 
lebih besar terhadap eksploitasi seksual, dan  bahwa anak perempuan tidak mendapat perhatian
secara proposional di antara mereka yang tereksploitasi secara seksual,
Prihatin akan bertambahnya pornografi anak di internet dan teknologi yang sedang berkembang 
lainnya, dan mengingat kembali Konferensi Internasional tentang Memerangi Pornografi Anak di 
Internet (Wina, 1999) dan,  khususnya, kesimpulan Konferensi Internasional tersebut yang 
menyerukan kriminalisasi mendunia atas produksi, distribusi, ekspor, pemindahan, impor, 
kepemilikan pribadi, dan periklanan pornografi anak, serta menekankan pentingnya kerja sama 
yang lebih erat dan kemitraan antara pemerintah dan industri internet,
Mempercayai bahwa penghapusan penjualan anak, prostitusi anak, dan pornografi anak akan 
difasilitasi  dengan diterimanya suatu pendekatan yang menyeluruh yang mengatasi faktor-faktor 2
penyebab, termasuk keterbelakangan pembangunan, kemiskinan, kesenjangan ekonomi, 
ketidaksetaraan struktur sosial-ekonomi, disfungsi keluarga, kurangnya pendidikan, migrasi  desa 
ke kota, diskriminasi gender, tingkah laku seksual dewasa yang tidak bertanggung jawab, praktikpraktik tradisional yang merusak, konflik bersenjata dan perdagangan anak, 
Mempercayai bahwa upaya  peningkatan kesadaran publik dibutuhkan untuk mengurangi 
permintaan konsumen atas penjualan anak, prostitusi anak, dan pornografi anak, dan juga percaya 
akan pentingnya penguatan kemitraan global di antara semua pelaku dan peningkatan penegakan 
hukum di tingkat nasional, 
Mencatat ketentuan-ketentuan instrumen hukum internasional yang relevan untuk perlindungan 
anak, termasuk Konvensi Den Haag tentang Perlindungan Anak dan Kerja Sama berkenaan dengan 
Adopsi Antar-Negara, Konvensi Den Haag tentang Aspek Sipil Penculikan Anak Internasional, 
Konvensi Den Haag tentang Yurisdiksi, Hukum yang Berlaku, Pengakuan, Penegakkan, dan Kerja 
Sama mengenai Tanggung Jawab Pengasuhan dan Langkah-Langkah untuk Perlindungan Anak, 
dan Konvensi Organisasi Buruh Internasional No. 182 tentang Pelarangan dan Tindakan Segera 
untuk Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk bagi Anak,
Didorong  oleh dukungan penuh terhadap  Konvensi tentang Hak-Hak Anak,  yang  menunjukkan 
komitmen luas yang ada untuk pemajuan dan perlindungan hak-hak anak,
Mengakui pentingnya  penerapan ketentuan-ketentuan dari  Program Aksi untuk Pencegahan 
Penjualan Anak, Prostitusi Anak, dan Pornografi Anak, serta  Deklarasi dan Agenda Aksi yang 
diadopsi pada Kongres Dunia melawan Eksploitasi Seksual Komersial Anak, di Stockholm pada 
tanggal 27 sampai 31 Agustus 1996, serta keputusan dan rekomendasi lainnya yang relevan dari 
badan-badan internasional terkait,
Memperhatikan pentingnya tradisi dan nilai-nilai budaya dari setiap orang untuk perlindungan dan 
perkembangan harmonis anak,
Telah menyetujui hal-hal sebagai berikut:
Pasal 1
Negara-Negara Pihak harus melarang penjualan anak, prostitusi anak, dan pornografi anak 
sebagaimana diatur dalam Protokol ini.
Pasal 2
Untuk tujuan Protokol ini:3
a) Penjualan anak adalah  setiap aksi atau transaksi  di mana anak dipindahtangankan oleh 
seseorang atau kelompok orang ke pihak lainnya untuk suatu imbalan atau alasan lainnya;
b) Prostitusi anak adalah  pemanfaatan seorang anak dalam aktifitas seks untuk suatu imbalan 
alasan lainnya;
c) Pornografi anak adalah setiap perwujudan, melalui sarana apapun, seorang anak yang terlibat 
dalam situasi nyata atau disimulasi  yang secara eksplisit melakukan aktifitas seksual, atau 
perwujudan lain dari organ seks anak yang utamanya untuk tujuan seksual.
Pasal 3
1. Setiap Negara Pihak harus menjamin bahwa, setidaknya, aksi dan aktifitas berikut  ini, baik 
yang dilakukan di dalam negeri maupun lintas negara  atau secara perseorangan atau 
terorganisir, sepenuhnya diatur dalam hukum pidananya:
(a) Dalam konteks penjualan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2:
(i) penawaran, pengantaran  atau penerimaan anak dengan cara apapun untuk tujuan:
a. eksploitasi seksual anak;
b. transfer organ tubuh anak untuk mencari keuntungan;
c. pengikutsertaan anak dalam kerja paksa;
(ii) memperoleh persetujuan ,dengan cara-cara yang tidak semestinya, untuk adopsi anak 
sehingga melanggar instrumen hukum internasional mengenai adopsi anak;
(b) menawarkan,  memperoleh, membeli, atau menyediakan seorang anak untuk  prostitusi, 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2;
(c) memproduksi, mendistribusikan,  menyebarluaskan,  mengimpor, mengekspor, 
menawarkan, menjual, atau memiliki  hal-hal  untuk tujuan pornografi anak sebagaimana 
dimaksud dalam Pasal 2.
2. Dengan tunduk pada ketentuan hukum nasional Negara-Negara Pihak, hal-hal yang sama
harus diterapkan pada upaya percobaan atas pelanggaran tersebut dan pada keterlibatan atau 
keikutsertaan dalam pelanggaran tersebut.
3. Setiap Negara Pihak harus menjadikan pelanggaran-pelanggaran ini dapat dihukum  dengan
hukuman yang layak yang mempertimbangkan sifat berat dari pelanggaran tersebut.4
4. Dengan tunduk pada ketentuan hukum nasionalnya, setiap Negara Pihak harus mengambil 
langkah-langkah, jika  dipandang perlu, untuk  menegakkan hukum bagi pelaku atas 
pelanggaran-pelanggaran sebagaimana termaktub dalam ayat (1) Pasal ini.  Dengan merujuk
prinsip-prinsip hukum Negara Pihak,  penegakkan hukum bagi pelaku dapat secara  pidana, 
perdata, atau administratif.
5. Negara-Negara Pihak harus mengambil langkah-langkah hukum dan administratif yang layak 
untuk memastikan bahwa semua orang yang terlibat dalam  adopsi anak bertindak sesuai 
dengan instrumen hukum internasional yang berlaku.
Pasal 4
1. Setiap Negara Pihak harus mengambil langkah-langkah yang mungkin diperlukan untuk 
menegakkan yurisdiksinya atas pelanggaran-pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal
3 ayat (1), ketika pelanggaran-pelanggaran dilakukan di dalam wilayahnya atau di atas kapal 
atau pesawat terbang yang terdaftar di Negara tersebut.
2. Setiap Negara Pihak dapat mengambil langkah-langkah yang mungkin diperlukan untuk 
menegakkan yurisdiksinya atas pelanggaran-pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 
3 ayat (1) dalam kasus-kasus berikut:
a) ketika tersangka pelaku adalah warga negaranya atau seseorang yang bertempat tinggal di 
wilayahnya;
b) ketika korban adalah warga negaranya.
3. Setiap Negara Pihak juga harus mengambil langkah-langkah yang mungkin diperlukan untuk 
menegakkan yurisdiksinya atas pelanggaran-pelanggaran yang disebutkan di atas saat 
tersangka pelaku berada di dalam wilayahnya dan tidak mengekstradisi tersangka pelaku ke 
Negara Pihak lain dengan alasan bahwa pelanggaran telah dilakukan oleh salah seorang warga 
Negara Pihak lain tersebut.
4. Protokol ini tidak mengecualikan segala yurisdiksi pidana yang dilaksanakan sesuai dengan 
hukum setempat.
Pasal 5
1. Pelanggaran-pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) harus dianggap 
sebagai pelanggaran yang dapat diektradiksikan dalam  setiap perjanjian ekstradisi antara 5
Negara-Negara Pihak dan harus dimasukkan sebagai pelanggaran yang dapat diekstradisikan 
dalam setiap perjanjian ekstradisi yang diputuskan kemudian di antara mereka, sesuai dengan 
ketentuan yang ditetapkan dalam perjanjian-perjanjian tersebut.
2. Jika suatu Negara Pihak, yang  mensyaratkan ekstradisi dilakukan melalui suatu  perjanjian,
menerima permintaan ekstradisi dari  Negara Pihak lain yang tidak memiliki perjanjian 
ekstradisi dengan Negara Pihak tersebut,  Protokol ini dapat dipertimbangkan oleh Negara 
Pihak tersebut sebagai dasar hukum untuk ekstradisi berkenaan dengan pelanggaran tersebut. 
Ekstradisi harus merujuk pada ketentuan-ketentuan hukum dari Negara yang diminta. 
3. Negara-Negara Pihak yang tidak mensyaratkan ekstradisi dilakukan melalui suatu perjanjian 
harus mengakui pelanggaran-pelanggaran tersebut sebagai pelanggaran yang dapat 
diekstradisikan di antara mereka sendiri dengan  merujuk pada ketentuan-ketentuan  hukum 
Negara yang diminta.
4. Untuk tujuan ekstradisi di antara Negara-Negara Pihak, pelanggaran-pelanggaran tersebut 
harus diperlakukan tidak hanya terbatas  pada tempat terjadinya pelanggaran, tetapi juga di 
wilayah di mana Negara-Negara diharuskan untuk menegakkan yurisdiksinya sesuai dengan
Pasal 4.
5. Jika suatu permintaan ekstradisi dibuat  atas dasar pelanggaran sebagaimana  diatur dalam 
Pasal 3 ayat (1), dan jika Negara Pihak yang diminta menolak atau menyatakan tidak akan 
melakukan ekstradisi dengan dasar kewarganegaraan dari pelaku pelanggaran, Negara  yang 
diminta tersebut harus mengambil langkah-langkah yang sesuai untuk menyampaikan perkara
tersebut kepada otoritasnya yang berwenang untuk tujuan penuntutan.
Pasal 6
1. Negara-Negara Pihak harus  memberikan bantuan terbaik satu sama lainnya dalam
penyelidikan atau  tahapan pemidanaan atau  ekstradisi atas pelanggaran yang  diatur dalam 
Pasal 3 ayat (1), termasuk  memberikan bukti-bukti yang tersedia dan dibutuhkan untuk 
tahapan-tahapan tersebut.
2. Negara-Negara Pihak harus melaksanakan kewajibannya sesuai ayat (1) Pasal ini sejalan 
dengan segala perjanjian atau bentuk kesepakatan lain tentang bantuan hukum timbal balik 
yang mungkin ada. Jika tidak terdapat perjanjian atau kesepakatan semacam itu, NegaraNegara Pihak harus menyediakan satu sama lain bantuan yang sesuai dengan hukum domestik 
mereka.6
Pasal 7
Negara-Negara Pihak harus, dengan merujuk pada ketentuan hukum nasional mereka:
(a)  Mengambil langkah-langkah untuk menetapkan perampasan dan penyitaan, sebagaimana 
mestinya, dari:
(i) Barang-barang seperti bahan, aset, dan peralatan  lainya yang digunakan untuk 
melakukan atau memfasilitasi pelanggaran di bawah Protokol ini;
(ii) Hasil-hasil yang berasal dari pelanggaran tersebut.
(b) Memenuhi permintaan dari Negara Pihak lain untuk  merampas atau menyita barangbarang atau hasil-hasil sebagaimana dimaksud pada sub ayat (a) (i);
(c) Mengambil langkah-langkah yang bertujuan untuk menutup, dengan sementara atau 
permanen, tempat-tempat yang digunakan untuk melakukan pelanggaran tersebut.
Pasal 8
1. Negara-Negara Pihak harus mengambil langkah-langkah yang layak untuk melindungi hakhak dan kepentingan anak-anak yang menjadi korban praktik-praktik yang dilarang dalam 
Protokol ini pada semua tahapan proses peradilan pidana, khususnya dengan:
(a) mengakui kerentanan  anak-anak yang menjadi korban dan melakukan penyesuaian 
prosedur untuk mengenali kebutuhan khusus mereka, termasuk kebutuhan khusus mereka 
sebagai saksi;
(b) memberitahu anak-anak  yang menjadi  korban tentang hak-hak dan peran mereka, serta
ruang lingkup, waktu, dan kemajuan tahapan, dan penyelesaian perkara mereka;
(c) memungkinkan pandangan, kebutuhan, dan perhatian dari anak-anak yang menjadi korban
untuk disampaikan dan dipertimbangkan dalam  tahapan di mana kepentingan pribadi 
mereka terpengaruh,  dengan cara yang  konsisten dengan peraturan prosedural hukum 
nasional;
(d) menyediakan layanan dukungan yang sesuai kepada anak-anak yang menjadi korban
selama proses hukum;7
(e) melindungi, sesuai yang dibutuhkan, privasi dan identitas anak-anak yang menjadi korban, 
dan mengambil langkah-langkah yang sesuai dengan hukum nasional untuk menghindari 
penyebaran informasi yang tidak sesuai yang dapat mengarah pada identifikasi anak-anak 
yang menjadi korban;
(f) menjamin, dalam kasus-kasus tertentu, keselamatan anak-anak yang menjadi korban, dan 
juga keluarga mereka serta saksi yang mewakili mereka, dari intimidasi dan pembalasan;
(g) menghindari penundaan yang tidak perlu dalam penyelesaian perkara dan pelaksanaan 
perintah atau keputusan yang memberikan kompensasi kepada  anak-anak yang menjadi 
korban. 
2. Negara-Negara Pihak harus menjamin bahwa  keraguan mengenai usia korban tidak 
menghalangi dimulainya suatu  penyelidikan pidana, termasuk penyelidikan yang bertujuan 
untuk menetapkan usia korban.
3. Negara-Negara Pihak harus menjamin bahwa, dalam memberlakukan sistem peradilan pidana 
bagi  anak yang merupakan korban pelanggaran yang diatur dalam Protokol ini, kepentingan 
terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan utama.
4. Negara-Negara Pihak harus mengambil langkah-langkah untuk menjamin pelatihan yang 
layak, khususnya pelatihan hukum dan psikologi, bagi orang yang menangani  korban 
pelanggaran yang diatur dalam Protokol ini.
5. Negara-Negara Pihak harus, dalam kasus-kasus tertentu, menetapkan langkah-langkah untuk 
melindungi keselamatan dan integritas orang-orang dan/atau organisasi yang  melakukan 
upaya pencegahan dan/atau perlindungan dan rehabiIitasi korban pelanggaran tersebut. 
6. Tidak ada satu hal pun dalam Pasal ini yang dapat ditafsirkan merugikan atau tidak konsisten 
dengan hak-hak terdakwa atas pengadilan yang adil dan tidak memihak.
Pasal 9
1. Negara-Negara Pihak harus mengadopsi atau memperkuat, melaksanakan dan 
menyebarluaskan undang-undang, langkah-langkah administratif, kebijakan dan program 
sosial untuk mencegah pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Protokol ini. Perhatian 
khusus harus diberikan untuk melindungi anak-anak yang khususnya rentan terhadap praktikpraktik ini.8
2. Negara-Negara Pihak harus memajukan kesadaran masyarakat secara luas, termasuk anakanak, melalui informasi dengan semua sarana yang sesuai, pendidikan dan pelatihan, tentang 
langkah-langkah pencegahan dan dampak yang merusak dari pelanggaraan yang dimaksud 
dalam Protokol  ini. Dalam memenuhi kewajiban di bawah Pasal ini, Negara-Negara Pihak 
harus mendorong partisipasi masyarakat dan, khususnya, anak-anak dan mereka yang menjadi 
korban, di dalam informasi, pendidikan dan program pelatihan tersebut, termasuk di tingkat 
internasional.
3. Negara-Negara Pihak harus mengambil semua langkah yang memungkinkan dalam rangka 
menjamin  tersedianya  bantuan yang  layak bagi korban pelanggaran, termasuk reintegrasi 
sosial, dan pemulihan fisik dan psikis mereka secara penuh.
4. Negara-Negara Pihak harus menjamin bahwa semua anak yang menjadi korban pelanggaran 
yang diatur dalam Protokol ini tanpa diskriminasi memperoleh akses terhadap prosedur yang 
memadai untuk memperoleh kompensasi atas kerugian dari  pihak yang secara hukum 
bertanggung jawab.
5. Negara-Negara Pihak harus mengambil langkah-langkah yang  tepat dan efektif untuk 
melarang produksi dan penyebaran materi iklan yang mengandung pelanggaran  yang  diatur
dalam Protokol ini.
Pasal 10
1. Negara-Negara Pihak harus mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memperkuat 
kerja sama internasional melalui perjanjian multilateral, regional, dan bilateral dalam rangka
pencegahan,  penyelidikan, penyidikan,  penuntutan, dan hukuman  bagi pihak-pihak yang 
bertanggung jawab atas tindakan yang  terkait dengan penjualan  anak, prostitusi anak, 
pornografi anak, dan pariwisata seks anak. Negara-Negara Pihak juga harus memajukan kerja 
sama dan koordinasi internasional di antara otoritas mereka, organisasi non pemerintah 
nasional dan internasional dan organisasi-organisasi internasional.
2. Negara-Negara Pihak harus memajukan kerja sama internasional untuk membantu anak-anak 
yang menjadi korban dalam pemulihan fisik dan psikis, reintegrasi sosial serta pemulangan 
mereka.
3. Negara-Negara Pihak harus memajukan penguatan kerja sama internasional untuk mengatasi 
akar permasalahan, seperti kemiskinan dan keterbelakangan pembangunan, yang  melandasi 
kerentanan anak-anak  terhadap terjadinya penjualan anak, prostitusi anak, pornografi anak, 
dan pariwisata seks anak.9
4. Negara-Negara Pihak, dalam posisi untuk melakukan hal-hal demikian, harus menyediakan 
bantuan keuangan, teknik, atau bantuan lainnya melalui program multilateral, regional, 
bilateral atau program-program lainnya yang ada.
Pasal 11
Tidak ada satu hal pun dalam Protokol ini yang dapat mempengaruhi setiap ketentuan yang lebih 
kondusif bagi realisasi hak-hak anak dan yang mungkin terkandung di dalam:
(a) hukum Negara-Negara Pihak;
(b) hukum internasional yang berlaku di Negara tersebut.
Pasal 12
1. Setiap Negara Pihak harus menyerahkan, dalam waktu dua tahun setelah berlakunya Protokol 
ini untuk Negara Pihak tersebut, laporan kepada Komite Hak-Hak Anak yang menyediakan 
informasi yang komprehensif  mengenai tindakan-tindakan yang diambil untuk implementasi 
ketentuan dalam Protokol.
2. Setelah penyerahan laporan komperehensif, setiap Negara Pihak harus menyertakan dalam 
laporan yang mereka  serahkan kepada Komite Hak-Hak Anak, sesuai dengan Pasal 44 
Konvensi, informasi lebih lanjut berkenaan dengan implementasi dari Protokol. NegaraNegara Pihak lain dari Protokol harus meyerahkan laporan setiap lima tahun.
3. Komite Hak-Hak Anak dapat meminta dari Negara-Negara Pihak informasi lebih lanjut yang 
relevan dengan implementasi Protokol ini.
Pasal 13
1. Protokol ini terbuka untuk ditandatangani oleh Negara yang merupakan pihak dari Konvensi 
atau yang telah menandatanganinya.
2. Protokol ini untuk diratifikasi dan terbuka untuk aksesi oleh setiap Negara yang merupakan 
pihak dari Konvensi atau yang telah menandatanganinya. Instrumen ratifikasi atau aksesi 
harus disimpan oleh Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Pasal 14
1. Protokol ini harus mulai berlaku tiga bulan setelah  penyimpanan kesepuluh instrumen 
ratifikasi atau aksesi.10
2. Untuk setiap Negara yang meratifikasi Protokol ini atau mengaksesinya setelah mulai berlaku, 
Protokol ini harus mulai berlaku satu bulan setelah tanggal penyimpanan instrumen ratifikasi 
atau aksesinya.
Pasal 15
1. Suatu Negara Pihak dapat menarik diri dari Protokol ini setiap saat melalui  pemberitahuan
tertulis kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang setelah itu  akan
menginformasikan Negara Pihak lain dalam Konvensi dan semua Negara yang telah 
menandatangani Konvensi.  Penarikan diri tersebut akan berlaku satu tahun setelah tanggal 
penerimaan pemberitahuan oleh Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.
2. Penarikan diri tersebut tidak  akan  berdampak pada bebasnya Negara Pihak tersebut dari 
kewajiban-kewajibannya di bawah Protokol berkaitan dengan setiap pelanggaran yang terjadi 
sebelum tanggal  penarikan diri berlaku. Tidak juga  penarikan diri semacam itu boleh
mengurangi dengan cara apapun pertimbangan yang berlanjut atas segala permasalahan yang 
sedang dalam pembahasan Komite sebelum tanggal penarikan diri mulai berlaku.
Pasal 16
1. Suatu Negara Pihak dapat mengusulkan sebuah  amendemen dan mengajukannya kepada 
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sekretaris Jenderal harus segera setelah itu 
mengkomunikasikan usulan  amendemen tersebut  kepada Negara-Negara Pihak, dengan 
permintaan bahwa mereka menandakan apakah mereka mendukung diadakannya sebuah 
konferensi Negara-Negara Pihak dengan tujuan untuk mempertimbangkan dan mengambil 
suara atas proposal tersebut. Dalam keadaan di mana, dalam empat bulan sejak tanggal 
komunikasi tersebut, setidaknya satu per tiga Negara Pihak menyetujui konferensi tersebut, 
Sekretaris Jenderal harus mengadakan konferensi di bawah naungan Perserikatan BangsaBangsa.  Setiap amendemen yang diadopsi oleh mayoritas Negara Pihak yang hadir  dan 
memberikan suara pada konferensi harus diserahkan kepada Majelis Umum untuk 
persetujuan.
2. Suatu  amendemen yang diadopsi sesuai dengan ayat (1) dari Pasal ini harus berlaku ketika 
telah disetujui oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa dan diterima oleh dua per tiga 
mayoritas Negara Pihak.
3. Ketika sebuah  amendemen berlaku, amendemen tersebut harus mengikat para Negara Pihak 
yang menerimanya, Negara Pihak lain yang masih terikat oleh ketentuan-ketentuan Protokol 
ini, dan semua amendemen sebelumnya yang telah mereka terima.11
Pasal 17
1. Protokol ini, yang teks berbahasa Arab, China, Inggris, Perancis, Rusia dan Spanyol sama 
otentiknya, harus disimpan dalam arsip Perserikatan Bangsa-Bangsa.
2. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa harus mengirimkan salinan resmi Protokol ini 
kepada semua Negara Pihak Konvensi dan semua Negara yang telah menandatangani 
Konvensi.

Rabu, 20 Februari 2013

Penanganan Bagi Anak Autis


Tujuan dari penanganan pada penyandang autisme adalah:

a. Membangun komunikasi dua arah yang aktif,
b. Mampu melakukan sosialisasi ke dalam lingkungan yang umum dan bukan hanya dalam lingkungan keluarga,
c. Menghilangkan dan meminimalkan perilaku tidak wajar,
d. Mengajarkan materi akademik, serta
e. Meningkatkan kemampuan Bantu diri atau bina diri dan keterampilan lain.

Hal terpenting yang bisa dilakukan oleh orang tua adalah menemukan program intervensi dini yang baik bagi anak autis. Tujuan pertama adalah menembus tembok penghalang interaksi sosial anak dan menitikberatkan komunikasi dengan orang lain melalui cara menunjuk jari, menggunakan gambar dan kadang bahasa isyarat serta kata-kata. Program intervensi dini menawarkan pelayanan pendidikan dan penanganan untuk anak-anak berusia dibawah 3 tahun yang telah didiagnosis mengalami ketidakmampuan fisik atau kognitif.
Beberapa Jenis terapi yang bisa dilakukan pada anak autisme adalah sebagai berikut:
a. Terapi perilaku
1) Terapi okupasi – Terapi okupasi dilakukan untuk membantu menguatkan, memperbaiki koordinasi dan keterampilan otot pada anak autis.
2) Terapi wicara – Terapi wicara (speech therapy) merupakan suatu keharusan, karena anak autis mempunyai keterlambatan bicara dan kesulitan berbahasa.
3) Sosialisasi dengan menghilangkan perilaku yang tidak wajar
b. Terapi biomedik
Pada masa remaja, beberapa perilaku agresif bisa semakin sulit dihadapi dan sering menimbulkan depresi. Kadang obat-obatan bisa membantu meskipun tidak dapat menghilangkan penyebabnya. Haloperidol terutama digunakan untuk mengendalikan perilaku yang sangat agresif dan membahayakan diri sendiri. Fenfluramin, buspiron, risperidon dan penghambat reuptake serotonin selektif (fluoksetin, paroksetin dan sertralin) digunakan untuk mengatasi berbagai gejala dan perilaku pada anak autis.
c. Sosialisasi ke sekolah reguler – Anak autis yang telah mampu bersosialisasi dan berkomunikasi dengan baik dapat dicoba untuk memasuki sekolah formal sesuai dengan umurnya dengan tidak meninggalkan terapi perilakunya.
d. Sekolah (Pendidikan) Khusus – Pada sekolah (pendidikan) khusus ini dikemas khusus untuk penyandang autis yang meliputi terapi perilaku, wicara dan okupasi, bila perlu dapat ditambahkan dengan terapi obat-obatan, vitamin dan nutrisi yang memadai.
Program pendidikan untuk anak autis sangat terstruktur, menitikberatkan kepada kemampuan berkomunikasi dan sosialisasi serta teknik pengelolaan perilaku positif. Strategi yang digunakan di dalam kelas sebaiknya juga diterapkan di rumah sehingga anak memiliki lingkungan fisik dan sosial yang tidak terlalu berbeda.  Dukungan pendidikan seperti terapi wicara, terapi okupasional dan terapi fisik merupakan bagian dari pendidikan di sekolah anak autis. Keterampilan lainnya, seperti memasak, berbelanja atau menyebrang jalan, akan dimasukkan ke dalam rencana pendidikan individual untuk meningkatkan kemandirian anak. Tujuan keseluruhan untuk anak adalah membangun kemampuan sosial dan berkomunikasi sampai ke tingkat tertinggi atau membangun potensinya yang tertinggi.



TERIMAKASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA, SEMOGA DAPAT MEMBANTU...
                                                             "KAMU HEBAT"